SUMENEP | REKAM SATU – Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Kabupaten Sumenep menjalin kerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Jember untuk melakukan penelitian terkait strategi pengendalian inflasi di wilayah setempat.
Kepala BRIDA Sumenep, Benny Irawan, mengungkapkan bahwa laju inflasi di Sumenep sejak tahun 2020 hingga 2024 mengalami pola yang tidak stabil.
“Fluktuasi ini merefleksikan dinamika harga bahan pangan, energi, serta daya beli masyarakat,” kata Benny, Senin (29/09/2025).
Ia menjelaskan, pada 2022–2023 inflasi sempat melonjak tajam hingga berada di rentang 3,5–6,7 persen.
Kenaikan itu terjadi akibat pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 yang bersamaan dengan tingginya harga global.
Namun memasuki tahun 2024, angka inflasi berhasil ditekan dan stabil di kisaran rendah, yakni 1,5–2,5 persen.
Menurutnya, kondisi tersebut menandakan adanya pemulihan ekonomi di Sumenep sekaligus menunjukkan efektivitas berbagai langkah pengendalian yang dilakukan Pemkab, mulai dari operasi pasar, penataan distribusi pangan, hingga koordinasi bersama Bank Indonesia dan Bulog.
Benny menambahkan, faktor utama pendorong inflasi di Sumenep meliputi kenaikan harga pangan pokok seperti beras, cabai, dan rokok.
Letak geografis kepulauan yang memicu tingginya ongkos transportasi, serta peningkatan permintaan pada momen hari raya juga ikut memperparah tekanan inflasi.
Selain itu, harga energi dan pangan internasional, ditambah cuaca ekstrem yang menyebabkan gagal panen, turut berkontribusi pada kenaikan harga.
“Tahun 2025, penyumbang inflasi terbesar masih datang dari kelompok makanan, tembakau, serta jasa perawatan pribadi. Sementara sektor perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga berperan sebagai penahan inflasi,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa pengendalian inflasi menjadi agenda penting agar stabilitas ekonomi masyarakat Sumenep tetap terjaga. (*)
Penulis : SAN'X
Editor : JAUHED
Sumber Berita: REDAKSI REKAM SATU






